Jakarta Jadi Kota dengan Hari Terpanas di Dunia, Ini Kata Pegiat Iklim

Nadya Zahira
11 November 2023, 11:18
dampak perubahan iklim di jakarta
ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww.
Suasana gedung-gedung bertingkat yang tertutup oleh kabut polusi di Jakarta, Kamis (27/7/2023).

Studi terbaru Climate Central menunjukkan suhu global mengalami kenaikan lebih dari 1,3 derajat Celcius pada Kamis (9/11). Jakarta dan Tangerang bahkan mengalami heat streaks selama 17 hari, menjadikan kedua kota ini berada di urutan kedua dalam daftar kota-kota dunia dengan hari terpanas beruntun.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Sekretariat Perkumpulan Kabupaten Berkelanjutan atau Lingkar Temu Kabupaten Lestari, Gita Syahrani mengatakan fenomena panas terjadi karena iklimnya yang sudah berubah. Karena itu menurut dia  masyarakat harus sadar dan mulai beralih mencintai lingkungan dan alam. 

“Kalau masalah hari terpanas terpanjang di dunia itu karena iklimnya sudah berubah, jadi kalau ditanya apa yang harus dilakukan? Ya kesadaran dari masyarakat yang harus ditimbulkan, sadar bahwa kita ini satu-kesatuan dengan alam,” ujar Gita kepada Katadata.co.id saat ditemui di M Bloc Space, Jumat (10/11).

Gita mengatakan, hingga saat ini masih banyak masyarakat yang mengambil keputusan untuk memotong hutan demi kepentingannya sendiri. Selain itu juga masih banyak yang menggunakan bahan bakar fosil. Masyarakat juga banyak memilih menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan dengan menggunakan transportasi umum. 

“Dominasi yang menyebabkan panas itu banyak banget, dan mungkin bukan cuma di Indonesia, karena pemanasan dan pendinginan itu krisis iklim mencakup global jadi mendunia,” kata Gita. 

Namun demikian, dia mengatakan suhu panas bisa terjadi didominasi oleh dua faktor yaitu masih banyaknya industri dan transportasi. Pasalnya, emisi paling besar dihasilkan oleh kedua sektor tersebut. Sehingga dia mengusulkan untuk masyarakat bisa beralih menggunakan kendaraan listrik atau transportasi umum. 

Sedangkan pada sektor industri bisa dengan mengurangi produksi atau beralih menggunakan bahan bakar energi baru terbarukan (EBT),”Jadi kesadaran ini harus ditimbulkan. Dan hal itu bisa timbul kalau kita merasa cukup,” kata dia. 

“Kalau di posisi manapun kita sadar kapan itu cukup, maka tidak akan ada resiko untuk kita rakus dan akhirnya saling menyakiti ambang batasnya bumi, ambang batasnya hidup satu sama lainnya, itu bakal terminimalisir,” kata Gita lagi. 

Gita Syahrani dinobatkan sebagai salah satu penerima penghargaan bergengsi Climate Breakthrough Award  2023. Dia akan mendapatkan dana hibah multiyear sebesar US$ 3 juta atau Rp 47 miliar untuk mengejar aksi iklim yang ambisius dan transformatif. 

Halaman:
Reporter: Nadya Zahira
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...